Rabu, 11 November 2009

PERAN MEDIA MASSA DALAM MENYOSIALISASIKAN
SEJARAH BUDAYA KULINER NUSANTARA
SEBAGAI AKAR KEBUDAYAAN YANG SAMA ANTARA INDONESIA –MALAYSIA

Oleh : Prof. Dr. Ir. Sudrajati Ratnaningtyas, MP.
(Guru Besar Manajemen Agribisnis, Dosen Kopertis IV DPK Universitas Winaya Mukti Bandung Indonesia)

Tema : “ Menilai Dasar dan Amalan Media Teknologi dan Budaya”

Diselenggarakan oleh:
University of Malaya
Kualalumpur- Malaysia
22 – 23 Oktober 2009


Abstrak
Budaya bangsa Indonesia dengan Malaysia merupakan hasil perpaduan berbagai budaya yang menghasilkan budaya yang sama. Hal itu menyebabkan kedua negara memiliki sejarah budaya kuliner yang sama pula. Dengan demikian salah satu negara tidak harus mengklaim budaya kuliner tertentu sebagai milik sendiri. Biarkan budaya itu menjadi milik bersama sebagai kekayaan kawasan atau wilayah geografis budaya Nusantara dimana Indonesia dan Malaysia ada di dalamnya. . Warisan budaya kuliner tersebut merupakan wahana yang dapat digunakan sebagai media persaudaraan. Media massa memiliki peran strategis untuk menyosialisasikan sejarah budaya kuliner Nusantara kepada masyarakat, dengan memberikan informasi yang baik, benar, dan fair. Dengan demikian media massa dapat menjembatani persaudaraan antar bangsa. Khususnya dalam kasus ini adalah bangsa Indonesia dan Malaysia.
Kata kunci : budaya kuliner, Indonesia, Malaysia, peran media massa.

Sejarah Budaya Pangan
Pangan merupakan makanan pokok umat manusia. Pangan merupakan sumber makanan yang cepat menjadi enerji karena mempunyai indeks glikemik yang tinggi, sehingga umat manusia bisa lebih cepat bertenaga sehingga bisa unggul dibandingkan dengan mahluk lainnya. Pengolahan pangan ditemukan setelah manusia menemukan api (Maryoto, 2009). Setelah ditemukannya api maka manusia dapat mengolah biji-bijian yang begitu keras menjadi makanan yang empuk dan mempunyai enerji yang tinggi. Dengan enerji yang tinggi ini maka manusia mempunyai tenaga yang berlebih untuk melakukan berbagai aktivitas melebihi mahluk lain. Selain itu pangan dapat disimpan lama, sehingga manusia tidak selalu harus berburu atau mengumpulkan makanan setiap hari. Hal itu membuat manusia dapat melakukan hal-hal lain seperti melaksanakan kegiatan seni, budaya, berkreasi, sosialisasi dan lain sebagainya yang membuat manusia bisa berbudaya. Dengan kemampuan tersebut maka manusia bisa mengungguli mahluk lainnya. Pangan dapat dibudidayakan melalui pertanian, sehingga dapat menghasilkan “excess supply” untuk memberi makan lebih banyak untuk mendukung pertumbuhan populasi manusia saat itu. Dengan jumlah manusia yang banyak dan berkumpul pada suatu tempat akan mendorong pertumbuhan budaya yang semakin kompleks. Pertanian berkembang pada zaman Neolitik sekitar 7000-10.000 tahun yang lalu (Hafsah,2002). Dengan berkembangnya pertanian maka tercipta surplus pangan yang bisa menghidupi suatu komunitas masyarakat. Pola pertanian pangan membutuhkan banyak orang yang saling bekerja sama menghasilkan suatu masyarakat suku dan setapak demi setapak membentuk suatu negara.
Indonesia dan Malaysia mempunyai asal nenek moyang yang sama yaitu masyarakat proto-melayu yang bermigrasi 5000 tahun sebelum Masehi (Maryoto, 2009). Sesudah itu masyarakat India masuk ke Nusantara memperkenalkan budidaya tanaman padi, sekitar abad IV Masehi. Peradaban India ini memperkenalkan sistem penggunaan padi sawah yang menggunakan irigasi dan bajak sawah. Menurut cerita pewayangan di Nusantara, Dewi Sri merupakan Dewi Padi. Cerita pewayangan berasal dari budaya India. Jadi pada masyarakat padi sawah juga bersentuhan dengan peradaban India.
Makanan utama masyarakat Indonesia dan Malaysia adalah beras. Menurut penelitian Hendrik Kern nama beras berasal dari kata “bras”, yang berasal dari Tibet. Orang Tibet meminjam bahasa ini berasal dari bahasa Austronesia yang berhubungan dengan tempat Asia Tenggara. Pada masa itu padi dibudidayakan melalui perladangan. Sistem ini berasal dari Birma lalu menyebar ke Semenanjung Melayu hingga ke kepulauan Nusantara (Koentjaraningrat, 1984).
Budidaya sawah berasal dari bangsa Kalinga yaitu di India Selatan. Kaum Brahmana memperkenalkan metode ini yang memungkinkan produksi padi dapat meningkat dengan pesat (Maryoto, 2009). Dalam Kitab Negarakertagama diceritakan bahwa raja memanggil rakyatnya untuk membuka hutan kemudian menjadikan sawah. Dari bukti ini terlihat bahwa pada zaman Majapahit budidaya sawah sudah diterapkan.
Menurut Hamilton (2003) penggunaan beras di Asia tidak hanya sebagai bahan makanan, tetapi terkait sebagai kelembagaan dan spiritual. Masyarakat menanam dan memelihara padi karena bertumpu pada kepercayaan sebagai turunan dari sistem religi. Dari pendapat tersebut menanam padi tidak hanya dikaitkan dengan memproduksi makanan, tetapi lebih dari itu. Dalam sistem persawahan terdapat kompleksitas budaya, cara hidup, religi dan sebagainya yang membentuk budaya dan perilaku masyarakat tersebut.
Menurut Gladwel l (2009) dalam bukunya yang menjadi bestseller yaitu Outliers, kepandaian bangsa Asia terutama dalam matematika adalah berasal dari budaya bersawah. Dalam bersawah banyak hal kompleks yang harus dilaksanakan dari pembuatan petak sawah, pengairan yang rumit, pembuatan pematang, jadwal menanam dan lain sebagainya. Semua memerlukan pemikiran, seni, kerjasama, ketekunan yang akan mempengaruhi budaya unggul dan perilaku masyarakat dalam budaya tersebut. Manusia yang lahir dari budaya sawah akan lebih tekun, rajin, cerdas dan mudah bekerjasama dengan masyarakat sekelilingnya.
Dari kebudayaan bersawah yang memerlukan budaya yang unggul menghasilkan berbagai jenis kuliner yang unggul. Keaneragaman dan kualitas kuliner merupakan produk budaya yang unggul. Kuliner yang unggul memerlukan banyak rempah-rempah. Penemuan rempah yang bercampur dengan bahan makanan menghasilkan makanan yang lezat. Untuk menghasilkan makanan yang lezat memerlukan seni dan pengetahuan yang tinggi, yaitu seni dan pengetahuan yang diperlukan sejak mencari tumbuhan rempah serta membudidayakannya dalam bercocok tanam yang canggih, sampai dengan seni meramu dalam resep masakan.

Sejarah Rempah sebagai Bahan Kuliner
Penggunaan rempah-rempah pertama terlihat dari makanan India yang banyak mengandung kari. Dengan mencampurkan kari dalam makanan pangan menghasilkan makanan yang lezat pada waktu itu. Pada abad awal Masehi rempah berasal dari Nusantara tepatnya Maluku dan Timor yang dikelola oleh kerajaan Sriwijaya. Dari pelabuhan Sriwijaya rempah-rempah tersebut diangkut melalui selat Malaka ke Cina dan India. Selanjutnya dari India maka dibawa oleh para pedagang Arab ke Eropa. Di Eropa rempah-rempah tersebut menjadi komoditas yang berharga mahal.
Makanan yang mengandung rempah merupakan perpaduan budaya yang kompleks, dari berbagai budaya yang canggih pada saat itu yaitu budaya India dan Cina. Perdagangan rempah-rempah berasal dari India diperdagangkan sampai ke Roma. Pada awal abad Masehi rempah-rempah sudah dikenal oleh orang Eropa umumnya dan orang Roma khususnya. Roma pada saat itu merupakan negara terkuat dan terkaya di dunia. Rempah dibawa dari India ke Roma oleh para pedagang Arab. Para pedagang ini sangat merahasiakan asal rempah ini, mereka mengatakan bahwa asal rempah berasal dari burung, dan mereka tidak mengetahui asal burung tersebut.
Rahasia asal rempah tetap menjadi misteri, sehingga tetap langka dan mahal. Akhirnya karena rempah tersebut mahal dan misterius maka pada abad ke 13 para pedagang Eropa ingin mencari asal muasal rempah tersebut. Asal mula misteri terkuak adanya rempah-rempah, berasal dari pedagang yang bernama Marcopolo. Dari hasil penelusurannya Marcopolo menyatakan bahwa rempah-rempah berasal dari Nusantara. Nusantara merupakan sebagian besar wilayah Malaysia dan Indonesia saat ini, adalah penghasil rempah-rempah bagi dunia.
Perdagangan rempah dikuasai oleh Kerjaaan Majapahit pada abad ke 14. Setelah Majapahit menaklukan Palembang, sebagai ibukota Sriwijaya (Vlekke, 2002). Makanan yang paling enak pada zaman itu adalah laksa. Makanan ini berasal dari India dan merupakan padanan kata dari nama “mie” yang berasal dari Cina. Makanan ini sekarang merupakan makanan khas Malaysia, Singapura dan Indonesia. Pada abad ke 14 pada zaman Majapahit disebutkan dalam “Negarakertagama” laksa merupakan makanan favorit. Pada masa itu Tumasik (nama sebelum Singapura) merupakan daerah kekuasaan Majapahit. Dengan demikian makanan ini merupakan hasil percampuran budaya bersama yaitu India, Cina dan Nusantara. Selanjutnya perdagangan rempah dikuasai oleh Kerajaan Malaka, setelah pudarnya Kerajaan Majapahit.
Dengan diketahuinya asal muasal rempah maka para pedagang Eropa, berusaha untuk menguasai asal rempah tersebut. Menurut Ricklefs (2001) pada tahun 1487 Bartolomeu Diaz mengitari Tanjung Harapan memasuki Samudra Hindia. Selanjutnya 1497 Vasco da Gama mencapai India sebagai pusat perdagangan rempah. Akhirnya pada tahun 1511 Alfonso de Albuquerqeu menguasai Malaka melalui pertempuran sengit dengan Sultan Mahmud penguasa Kerajaan Malaka. Dengan dikuasainya Malaka maka perdagangan rempah-rempah saat itu dikuasai oleh orang Portugis.
Setelah menguasai pusat perdagangan rempah Nusantara yaitu Malaka (Malaysia), maka selanjutnya Portugis menguasai pusat penghasil rempah yaitu daerah Maluku (Indonesia). Maluku pada saat itu merupakan kekuasaan kerajaan Ternate. Melalui diplomasi dan peperangan akhirnya Portugis dapat menguasai Ternate pada tahun 1570. (Ricklefs, 2001). Masuknya Portugis ke Nusantara selain menguasai perdagangan juga memasukan budaya bangsa Portugis. Sampai sekarang kue bika ambon yang berasal dari Portugis merupakan kue favorit sebagian masyarakat Nusantara.
Perdagangan rempah sangatlah menguntungkan. Menurut Vlekke (2002) harga 50 kg cengkeh di Maluku adalah satu dukat, di Malaka harganya 10 dukat dan bila dijual di Eropa keuntungannya melonjak menjadi 2 500 persen. Selain itu karena pada waktu itu cengkeh hanya bisa tumbuh di Maluku dan sekitarnya maka bila menguasai Maluku maka mereka dapat memonopoli perdagangan cengkeh.
Keuntungan yang dinikmati oleh Portugis, menggiurkan negara Eropa lainnya untuk ikut perdagangan rempah. Pada tanggal 5 Juni 1596, kapal Belanda tiba di Nusantara di bawah pimpinan Cournelis de Houtman (Vlekke, 2002). Sejak itu banyak pedagang Belanda yang berdatangan ke Nusantara. Melewati diplomasi, perdagangan dan peperangan akhirnya Belanda mengalahkan Portugis di Maluku tahun 1602. Setelah itu Belanda menguasai perdagangan rempah di Nusantara.
Masuknya bangsa Belanda ke Nusantara selain menguasai Nusantara juga membawa budaya Eropa dan Belanda Khususnya ke dalam budaya masyarakat Nusantara. Pada saat ini banyak diantara kita yang senang makan roti, keju, kroket atau risoles. Kuliner tersebut berasal dari Eropa.

Perpaduan Budaya Kuliner di Nusantara
Seperti dikemukakan sebelumnya bahwa budaya yang berkembang di Nusantara (yang mencakup Indonesia, Malaysia dan Singapura) merupakan perpaduan berbagai budaya yaitu budaya Cina, India, Arab dan Eropa. Perpaduan budaya ini menghasilkan perpaduan dalam budaya kuliner. Perpaduan kuliner ini dimungkinkan karena sebenarnya masyarakat Nusantara adalah masyarakat toleran yang mau mengambil budaya dari manapun juga.
Menurut Maryoto (2009) kalau kita menghadiri kenduri maka akan disajikan kuliner yang berasal dari berbagai budaya. Makanan yang disajikan beraneka ragam dari nasi, mie, cap cay, daging rendang, daging kari, sate, roti dan lain sebagainya. Nasi merupakan makanan utama masyarakat Asia dari Cina, India, Jepang, Indonesia, Malaysia dan seterusnya. Mie dan Cap cay berasal dari Cina, daging rendang berasal dari Malaysia atau Indonesia, daging kari dari India, Sate dari Arab dan Roti dari Eropa.
Kadang- kadang suatu makanan yang dianggap khas milik suatu bangsa sebenarnya bangsa lainpun mengklaimnya. Sebagai contoh tempe, makanan ini dianggap berasal dari Indonesia. Tetapi menurut Astuti (1999) di Cina pun ada yang mirip dengan tempe, yaitu koji. Tetapi memang menurut Onghokham (2001) tempe merupakan sumbangan Jawa pada seni masak dunia, dengan demikian tempe dianggap berasal asli dari Jawa (bangsa Indonesia) yang ditemukan abad ke 19. Selanjutnya bahan tempe yaitu kedelai ini berasal dari Cina. Makanan ini berasal dari kedelai yang sudah dikenal bangsa Cina sejak 5 000 tahun yang lalu.
Jika tempe berasal dari Indonesia, tetapi untuk makanan yang bernama “tahu” berasal dari Cina, dengan asal kata “tofu”. Makanan tahu yang terkenal adalah tahu Sumedang. Makanan ini dibawa oleh Bung Keng pada tahun 1917 dari Cina ke Sumedang (Wikipedia,2009). Jika kita datang ke kota Sumedang maka Toko Tahu Bung Keng masih ada di kota ini.
Kadang yang kita kira adalah kuliner asli dari suatu daerah sebenarnya berasal dari daerah lain. Sebagai contoh Lumpia Semarang, banyak orang mengira makanan itu adalah asli dari Kota Semarang. Padahal menurut Maryoto (2009) lumpia berasal dari Cina yaitu dari kata “loenpia”. Makanan ini dibawa oleh Tjoa Thay Yoe yang datang dari Cina ke Semarang.
Ada lagi kuliner yang makanan khas terkenal di suatu daerah tetapi berasal dari daerah lain. Sebagai contoh kue bika Ambon. Di kota Ambon tidak terdapat kue bika Ambon, tetapi di Kota Medan makanan ini terkenal. Menurut Abdurachman (2008) tradisi kuliner yang diwariskan Portugis di Maluku adalah kue bika, selanjutnya orang Maluku dari kota Ambon membawanya ke kota Medan. Sehingga terkenal menjadi kue bika Ambon.
Saling mengklaim bahwa kuliner tertentu merupakan milik suatu daerah atau suatu bangsa merupakan suatu kealpaan atau kekeliruan, sebab sebenarnya budaya kita (Indonesia- Malaysia-Singapura) merupakan hasil perpaduan budaya yang sama, yang berasal dari berbagai berbagai kebudayaan luar yang berpadu. Dengan demikian tidak ada budaya kuliner milik satu daerah atau satu bangsa tertentu.
Menurut beberapa blogs di internet, Malaysia akan mengklaim daftar 100 makanan yang merupakan asli kuliner Malaysia. Diantara makanan tersebut adalah : 1. Nasi lemak, 2. Nasi ayam, 3. Nasi Kunyit (pulut kuning), 4. Nasi Tumpang, 5. Nasi Kerabu, 6. Nasi Dagang, 7. Nasi Himpit, 8. Nasi Goreng Kampung, 9. Nasi Ulam, 10. Ketupat, 11. Lemang, 12. Pulut Kukus Periuk Kera, 13. Mee Mamak, 14. Laksa, 15. Mee Kari, 16. Char Kuay Teow Pulau Pinang, 17. Laksa Johor, 18. Mee Siam, 19. Bubur Pedas Sarawak, 20. Bubur As-Sura. 21. Bubur Sum Sum, 22. Bubur Kacang Hijau, 23. Sagu Gula Melaka, 24. Kuih Bingka Ubi, 25. Rendang, 26. Serunding, 27. Ayam Percik, 28. Manoh Pansoh, 29. Masak Ayam Pedas, 30. Gulai Tempoyak Ikan Patin, 31. Ikan Bakar, 32. Ikan Panggang Tanah Liat, 33. Gulai Lemak Umbut, 34. Gulai Lemak Cili Padi, 35. Gulai Asam Rom, 36. Kari Kepala Ikan, 37. Kurma Daging/Ayam, 38. Pajeri, 39. Masak Ikan dan Pisang Dalam Buluh, 40. Yong Tau Foo, 41. Daging Dendeng, 42. Ayam Panggang, 43. Botok-Botok Ikan, 44. Sambal Tumis, 45. Chili Crab, 46. Tek Tarik, 47. Cendol, 48. Air Batu Campur, 49. Air Kelapa, 50. Air Selasih, 51. Hinava/Umai, 52. Pekasam, 53. Tempoyak, 54. Otak-otak, 55. Sambal Belacan, 56. Cencaluk, 57. Sambal Gesek Ikan Bilis, 58. Sate/Satay, 59. Yee Sang, 60. Sata, 61. Telur Pindang, 62. Kerabu Mangga Muda, 63. Acar, 64. Kuih Koci, 66. Akok, 67. Kuih Seri Muka, 68. Kuih Cara, 69. Kuing Bingka, 70. Kuih Bakul, 71. Kuih Bulan, 72. Kuih Cincin, 73. Kuih Bakar, 74. Kuih Sepit, 75. Apam Balik, 76. Pisang Goreng, 77. Keropok, 78. Opok-opok, 79. Karipap, 80. Buah Melaka atau Ondeh-ondeh, 81. Lempeng, 82. bahulu, 83. Dodol, 84. Lempuk Durian, 85. Wajik, 86. Seri Kaya, 87. Halwa, 88. Agar-agar, 89. Pulut Panggang, 90. Tapai, 91. Masalodeh, 92. Putu Mayam, 93. Maruku, 94. Roti Jala, 95. Roti Canai, 96. Tosai, 97. Penderam, 98. Kuih Lopis, 99. Laddu, 100. Ubi Kayu. (Vivanews.com).

Peran Media Massa Dalam Menyosialisasikan Budaya Nusantara
Masyarakat Indonesia menganggap bahwa banyak diantara makanan yang didaftarkan tersebut adalah makanan asli dari Indonesia. Hal ini akan menimbulkan perselisihan kembali dengan masyarakat Malaysia. Sebenarnya hal itu tidaklah perlu terjadi apabila masyarakat di kedua negara ini mempelajari kembali akar budaya Nusantara sebagaimana yang sebagian telah diuraikan di atas, dan juga mempelajari ketentuan-ketentuan pada perjanjian-perjanjian atau konvensi-konvensi internasional, atau menurut WIPO (World Intellectual Property Organization). Media massa di kedua negara memiliki tugas mulia untuk meluruskan hal tersebut, dengan cara menyajikan informasi yang lebih banyak dan benar. Selain itu juga pemberitaan harus dikemas sedemikian rupa sehingga lebih memupuk kebersamaan dan menghindari berita yang meprovokasi perbedaan. Pada era informasi ini, media massa menempati posisi yang strategis, yang dapat mempengaruhi secara luas dan langsung, dan intensif kepada masyarakat banyak. Itulah pentingnya media massa untuk selalu memberikan berita yang cerdas dan fair, agar supaya masyarakat kedua negara semakin pintar dan menegakkan konsep “ fairness” dan “ honest trade practice” sesuai dengan prinsip “ full compliance” sebagaimana yang menjadi ciri pada TRIPs (Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights). Masyarakat Indonesia pada umumnya (barangkali juga masyarakat Malaysia) sebenarnya kurang memahami tentang apa yang disebut dengan HKI (Hak atas Kekayaan Intelektual) atau Intellectual Property Right , sehingga satu sama lain saling curiga dan saling klaim. Sebagai sesama negara yang telah masuk dalam WIPO sebenarnya tidak perlu terjadi perselisihan seperti itu. Sebagaimana kita ketahui, misalnya pada persetujuan TRIPs ini mengatur tentang norma standar yang minimal dalam memberikan perlindungan terhadap HKI. (Gautama dan Winata, 1998)
Dengan masuknya Indonesia dalam WTO (World Trade Organization), maka juga telah turut menanda-tangani serta dalam berbagai Konvensi Internasional, termasuk perjanjian tentang TRIPs. Oleh karena itu Indonesia telah mempunyai antara lain (Gautama dan Winata, 1998) :
· Keputusan Presiden RI No. 15 Th 1997 tentang perubahan Keputusan Presiden No. 24 tahun 1979 tentang Pengesahan Paris Convention for The Protection of Industrial Property and Convention Establishing The World Intellectual Property Organization
· Keputusan Presiden RI No. 16 Tahun 1997 Tentang Pengesahan Patent Cooperation Treaty (PCT) and Regulations under PCT
· Keptusan Presiden RI No. 18 Tahun 1997 Tentang Pengesahan Berne Convention for The Protection of Library and Artistic Work
· Keputusan Presiden RI No. 19 Tahun 1997 Tentang Pengesahan WIPO Copyrights Treaty
· Keputusan Presiden RI No. 17 Tahun 1997 Tentang Pengesahan Trademark Law Treaty
Sebagaimana menurut ketentuan pada TRIPs, maka bahwa syarat untuk mengajukan pendaftaran HKI ditentukan oleh setiap negara dengan perundang-undangan domestiknya. Maka dari itulah, maka Malaysiapun pasti memiliki Perundang-Undangan sebagaimana yang dimiliki Indonesia di atas. Namun demikian, perlu diperhatikan bahwa tiap negara peserta TRIPs harus mematuhi apa yang disebut dengan National Treatment Principle yang pasal 3 ayat 1 nya adalah sebagai berikut : “Each member shall accord to the National of other Members treatment no less favorable than that it accords to its own nationals with regard to the protection of intelectual property…”.
Pasal 24 ayat 5 dari Persetujuan TRIPs mengatur pemakaian atau pendaftaran merek yang mempunyai persamaan atau kemiripan dengan indikasi geografis, dengan catatan harus didasari dengan itikad baik. Indikasi geografis yang dimaksudkan di sini adalah “tanda yang mengidentifikasikan wilayah” dari mana perusahaan itu berasal yang sangat menentukan kualitas dan karakteristik dari produk tersebut. Jadi kalau kita terapkan dalam konteks perdagangan international, dimana Perjanjian TRIPS ini diberlakukan, maka sangatlah masuk akal bila berbagai makanan yang sama-sama dibuat, diperdagangkan dan dikonsumsi secara rutin di Indonesia maupun Malaysia sekarang ini dapat saja kita masukkan dalam kriteria “ indikasi geografis”. Jadi kita definisikan dan sepakati bahwa “geografis” yang dimaksud adalah “Wilayah Budaya Nusantara” yang termasuk di dalamnya adalah Indonesia dan Malaysia (dan barangkali Negara lain yang memiliki sejarah budaya kuliner yang sama dengan negara kita). Dengan demikian masyarakat (dalam wadah assosiasi) yang ada pada wilayah geografis tersebut dapat memelihara dan memanfaatkan berbagai kulinernya sebagai milik bersama sebagai warisan budaya kuliner Nusantara.
Di luar masalah makanan, baru-baru ini UNESCO ( United Nations Education, Scientific, and Cultural Organizations) mengumumkan bahwa batik sebagai warisan budaya dunia tak benda (intangible cultural heritage / ICH). Batik Indonesia termasuk yang mendapatkan pengakuan atas ICH tersebut (setelah wayang dan keris). Pihak yang mengajukan untuk mendapatkan pengakuan dari UNESCO adalah komunitas batik Indonesia, melalui kantor UNESCO di Jakarta. Kantor Menko Kesejahteraan Rakyat yang mewakili pihak Masyarakat Batik Indonesia (Kompas, 13 September 2009, dan 3 Oktober 2009).
Dengan pemberitaan yang baik dan benar, maka berita di media massa (koran Kompas sebagai contoh di sini), maka masyarakat akan mengetahui bahwa batik itu warisan dunia, dan salah satunya adalah Batik Indonesia. Pengalaman dengan kasus batik ini mungkin dapat dicontoh untuk kuliner yang bisa saja didaftarkan ke UNESCO. Sebagaimana menurut Persetujuan TRIPs, maka dalam memberikan perlindungan terhadap HKI, harus dicapai prinsip “penyesuaian penuh”, dalam artian bahwa ketentuan-ketentuan dalam TRIPS ini mengacu pada berbagai konvensi KHI yang ada. Jadi norma standar yang ada pada Persetujuan TRIPs dan Ketentuan UNESCO juga tentunya seiring.
Protokol untuk negara berkembang memungkinkan untuk melakukan perkecualian-perkecualian, demi kepentingan kebutuhan ekonomis, sosial, atau budayanya. Misalnya menyangkut Konvensi Bern yang berkenaan dengan industrial property. Sebagaimana yang disampaikan oleh Arif Havas Oegroseno (Kompas, 9 Oktober 2009) bahwa Indonesia bersama negara-negara berkembang terus melanjutkan keberhasilan perundingan di Sidang Majelis Umum WIPO pada 1 Oktober 2009 yang memutuskan bahwa WIPO akan menegosiasikan suatu instrumen hukum internasional yang akan mengatur perlindungan masalah pengetahuan tradisional, ekspresi budaya tradisional, dan sumber genetika.
Dengan membaca berita maupun artikel di koran Kompas di atas, melihat tayangan televisi ataupun di jaringan internet, dan media lainnya maka masyarakat akan semakin memahami permasalahan secara lebih jernih, dengan catatan bila media massa dapat menjalankan tugasnya membangun moral dan pengetahuan masyarakat secara benar.
Hubungan bilateral dan upaya–upaya untuk memperbanyak pertukaran budaya antara Indonesia dan Malaysia, akan dapat mengurangi kesalahpahaman antar masyarakat kedua negara. Perselisihan antar pemerintah maupun antar masyarakat dua negara ini tidak perlu terjadi.

Kesimpulan Penutup
Jika kita pelajari akar sejarah budaya Nusantara maka akan terbangun pemahaman yang sama atas kesamaan budaya masyarakat Indonesia dan Malaysia, termasuk dalam hal kesamaan budaya kulinernya. Hal itu disebabkan karena kita memang mempunyai budaya yang sama hasil perpaduan berbagai budaya asing, sehingga tidak bisa diklaim sebagai milik sendiri. Sebaiknya kita tidak harus saling mengklaim budaya sebagai milik sendiri, biarkan budaya itu menjadi milik bersama. Dengan demikian perselisihan yang tidak perlu dapat dihindari.

PUSTAKA
Abdurachman, Paramitra (2008). Bunga Rampai Portugis di Nusantara. Penerbit Obor-LIPI. Jakarta
Astuti, M. (1999) History of the Development of Tempe. Di dalam Agranoff, J (editor dan penerjemah), The Complete Handbook of Tempe: The Unique Fermented Soyfood of Indonesia, hlm. 2–13. Singapura: The American Soybean Associationdadadadnunjukkan
Gautama, Sudargo, dan Rizawanto Winata. (1998). Konvensi-Konvensi Hak Milik Intelektual Baru Untuk Indonesia (1997). Penerbit PT Citra Aditya Bakti, Bandung.
Gladwell, Malcolm. (2008) Outliers. Terj. Fahny Yamami. Penerbit Gramedia. Jakarta
Hafsah, Jafar (2006). Pertanian dan Pangan. Revitalisasi Pertanian dan Dialog Peradaban. Penerbit Kompas. Jakarta
Hamilton (2003). The Art of Rice, Spirit and Sustance in Asia. South Sea International. Press.
Koentjaraningrat (1994). Kebudayaan Jawa. Penerbit Balai Pustaka Jakarta.
Maryoto, Andreas (2009). Jejak Pangan. Sejarah, Silang Budaya dan Masa Depan. Penerbit Kompas. Jakarta
Onghokham (2001). Tempe, Sumbangan jawa untuk Dunia. 1000 Tahun Nusantara. Penerbit Kompas Jakarta
Ricklefs, M.C. (2008). Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Terj.Satrio Wahono. Penerbit PT Serambi Ilmu Semesta. Jakarta
Vlekke, Benard H.M. (2008). Nusantara Sejarah Indonesia. Terj. Samsudin Berlian. Penerbit PT Gramedia. Jakarta

Kamis, 04 Juni 2009

PENERIMAAN MAHASISWA BARU

INTRODUKSI
Sektor pertanian terbukti mampu bertahan dari keterpurukan gelombang krisis ekonomi dan dapat dijadikan andalan menghadapi persaingan global. Fakultas Pertanian UNWIM menyelenggarakan program pengajaran dengan konsep yang inovatif, terpadu dan strategis berdasarkan perkembangan teknologi dan manajemen modern ssuai dengan dinamika kebutuhan pembangunan. Kerangka desain kegiatan akademik dirancang secara terstruktur berorientasi pada efisiensi dan efektivitas.
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS WINAYA MUKTI
PROGRAM STUDI :
A. PROGRAM SARJANA (S-1) AGROTEKNOLOGI
Program Studi Agroteknologi diarahkan untuk menjadi sarjana pertanian yang mandiri dan terampil dalam mengidentifikasi dan memecahkan masalah serta mampu menyelenggarakan kegiatan pertanian sejalan dengan perkembangan teknologi. Minat kajian pada Program Studi Agroteknologi S-1 meliputi minat budidaya tanaman pangan, tanaman hortikultura, tanaman perkebunan, biotek tanaman dan budidaya jamur tiram.
B. PROGRAM SARJANA (S-1) AGRIBISNIS
Program Studi Agribisnis diarahkan untuk menjadi sarjana pertanian yang mahir dan terampil serta mampu memecahkan masalah sosial ekonomi masyarakat pertanian, mampu memimpin, berjiwa wirausaha serta menumbuhkan kelembagaan sosial ekonomi pertanian yang modern. Minat agribisnis diarahkan untuk mampu menyelenggarakan kegiatan agribisnis berdasarkan prinsip-prinsip manajemen modern.
TENAGA PENGAJAR DAN FASILITAS PENDIDIKAN
Tenaga pengajar berjumlah 94 orang dengan kualifikasi pendidikan S-2 dan S-3 lulusan dalam dan luar negeri dan didukung oleh 7 (tujuh) guru besar.
Areal 7,5 ha, yang teralokasikan untuk bangunan dekanat, ruang kuliah 2 lantai, ruang seminar, aula, laboratorium, green house, screen house, flasma nutfah, outlet agribisnis, sarana olah raga, sarana peribadatan, perpustakaan dan tersedia layanan internet FREE HOT SPOT (free spot) 24 jam non stop.
PENERIMAAN MAHASISWA BARU TA 2009/2010
1. Program Seleksi Prestasi dan Minat (PSPM)
- Bebas ujian saringan masuk - lulus SMA (A1, A2, A3) atau SMK Pertanian (SPP-SPMA, SUPM, SNAKMA, SMEA dan Sekolah Menengah Teknologi Pertanian)
- Berprestasi di bidang akademik atau berprestasi dibidang olah raga, seni budaya dan organisasi lainnya
- Mengisi formulir pendaftaran
- Membayar biaya pendaftaran sebesar Rp100.000,-
2. Program Seleksi Ujian Saringan (PSUS)
- Lulusan SMA/sederajat (semua jurusan) atau SMK Pertanian (SPP-SPMA, SUPM, SNAKMA, SMEA dan Sekolah Menengah Teknologi Pertanian)
- Mengisi formulir pendaftaran dengan melampirkan foto copy ijazah/STTB dan NEM (dilegalisasi)
- Melampirkan 3 (tiga) lembar pas photo ukuran 4x6
- Membayar biaya pendaftaran sebesar Rp100.000,-
JADUAL PENDAFTARAN
Semester Ganjil
Gelombang I : 4 Mei s/d Juli 2009, ujian saringan 6 Juli 2009
Gelombang II : 6 Juli s/d 29 Agustus 2009, ujian saringan 31 Agustus 2009
Semester Genap
Gelombang I : Januari 2010
Gelombang II : Pebruari 2010
ALAMAT PENDAFTARAN
1. Kampus Faperta UNWIM : Jl. Raya Bandung Sumedang km 29 Tanjungsari 45362
Telp. (022) 7911214, 7912585, Fax. (022) 7912585, E-mail : faperta_unwim@yahoo.co.id/faperta.unwim@gmail.com, Blog : fapertaunwim.blogspot.com/ pertanian-unwim.blogspot.com
contact person : Mamat Kandar, Ir., M.P. (081321191819)
BEASISWA
1. Depdiknas (Beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik dan Beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa)
2. Beasiswa Gubernur Jawa Barat
MAGANG DAN KERJASAMA
1. Magang kerja di M&Y Shimota Farm Co.Ltd. (Jepang)
2. Dinas Perkebunan Prop. Jabar
3. BPPT
4. Sanghyang Sri
5. ITB, UNPAD, UIN, dll.
BIAYA KULIAH
SPP : Rp800.000 + SKS : Rp1.200.000 = Rp2.000.000,-

Rabu, 18 Maret 2009

MENITI TANGGA PENGABDIAN MENUJU PUNCAK KEMANDIRIAN

Seleksi Calon Dekan
Fakultas Pertanian Universitas Winaya Mukti
Masa Bakti 2009–2013


I. PENDAHULUAN
Di tengah gonjang-ganjing ketidakpastian mengenai keberlanjutan pengelolaan dan masa depan UNWIM beberapa waktu yang lalu, ternyata semangat dosen, karyawan dan mahasiswa Fakultas Pertanian dalam melaksanakan kewajibannya tidak pernah surut. Apalagi setelah payung hukum mengenai pengelolaan UNWIM ke depan diterbitkan oleh Gubernur Jawa Barat melalui Surat Gubernur Nomor : 421.4/330/yansos; tanggal 12 Februari 2009, nampaknya gairah dan semangat konstituen Kampus Bojongseungit ini semakin tinggi dan menyala untuk berkontribusi dan berakselerasi bagi terwujudnya target Kemandirian UNWIM 2011 sebagaimana semangatnya tersirat dalam surat Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Berkaitan dengan isu strategis tersebut, Fakultas Pertanian sebagai subordinasi dari UNWIM dan garda terdepan dalam pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi tentunya terikat pula oleh komitmen dan semangat kemandirian termaksud. Pada tataran implementasi, komitmen dan semangat kemandirian sebagai sebuah energi tentunya akan memerlukan dukungan manajemen kepemimpinan fakultas yang memadai. Terlebih bila dikaitkan dengan aspek pendidikan bidang pertanian sebagai core activity fakultas yang cenderung memiliki keunikan dan kekhasan, tentunya akan membutuhkan manajemen kepemimpinan yang unik dan khas pula.
Pada sisi lain, Dekan Faperta UNWIM Masa Bakti 2005–2009 selaku komandan pelaksana dalam pengelolaan fakultas telah habis masa jabatannya pada tanggal 14 Januari 2009 dan telah diperpanjang melalui Surat Keputusan Rektor Nomor : 800/420.017/SK/UNW-REK/2009, tanggal sampai dengan tanggal 14 April 2009. Memperhatikan kondisi tersebut, merupakan suatu tantangan bagi konstituen kampus untuk sesegera mungkin meregenerasi kepemimpinan fakultas berdasarkan aturan yang berlaku dengan mempertimbangkan mekanisme yang secara tradisi telah dibangun di lingkungan Faperta UNWIM.
Proses regenerasi kepemimpinan fakultas termaksud harus tetap terjaga dalam bingkai kebersamaan dan persatuan, serta diwarnai oleh semangat mendorong kepemimpinan fakultas yang visioner. Berdasarkan hal tersebut, pelaksanaan proses regenerasi kepemimpinan Fakultas Pertanian kali ini lebih menggunakan istilah Seleksi Calon Dekan (SCD). Digunakannya istilah Seleksi dan bukannya Pemilihan (walaupun seleksi atau selection berarti pemilihan) adalah untuk membedakannya dengan istilah lain (yang juga berarti pemilihan) yaitu election. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari kerancuan interpretasi yang dapat menyesatkan. Sebagaimana dimaklumi, makna eleksi dalam suatu proses pemilihan cenderung didasarkan pada popularitas seseorang dengan output menang–kalah (win and lose), sedangkan makna seleksi lebih didasarkan atas kompetensi dan integritas dengan output yang diharapkan adalah akseptabilitas seseorang.
Seleksi Calon Dekan di lingkungan Faperta UNWIM sebagai suatu proses, kali ini menuntut dilakukannya “asesmen” (assessment) terhadap calon. Istilah yang digunakan adalah “asesmen” dan bukannya penilaian, karena “asesmen” lebih luas dari sekedar penilaian. Asesmen menyiratkan adanya penelusuran (dokumen, riwayat, dsb.) serta berujung pada penilaian yang kompleks dan komprehensif oleh konstituen kampus (dosen, karyawan dan mahasiswa). Oleh karena itu, proses seleksi calon dekan kali ini akan dicoba berupa pengisian angket kriteria calon dekan oleh konstituen kampus, paling tidak terhadap kriteria yang berkaitan dengan aspek-aspek : (a) kepribadian yang baik, (b) kemampuan manajerial, dan (c) kewibawaan dalam bidang akademik.
Pola seleksi calon dekan seperti demikian dilakukan mengingat tantangan pengembangan fakultas ke depan tidaklah sederhana, terutama bila dikaitkan dengan isu strategis mengenai target kemandirian UNWIM 2011 dengan dampingan oleh ITB. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka Seleksi Calon Dekan Faperta UNWIM Masa Bakti 2009–2013 mengambil tema Meniti Tangga Pengabdian – Menuju Puncak Kemandirian. Harapan yang ingin dicapai dari momentum Seleksi Calon Dekan ini adalah terpilihnya dekan (secara aspiratif) yang mampu memimpin Fakultas Pertanian UNWIM 4 tahun ke depan dalam rangka mensinergikan seluruh potensi yang dimiliki, yaitu seorang pemimpin yang berani menghadapi tantangan, kreatif dan cerdas dalam menyikapi peluang, pengayom seluruh komponen kampus, serta berwibawa dan luas dalam pergaulan.

II. LANDASAN HUKUM
Penyelenggaraan Seleksi Calon Dekan Fakultas Pertanian UNWIM Masa Bakti 2009–2013 ini dilandasi oleh beberapa ketentuan sebagai berikut :
1. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi;
3. Kepmen Dikbud Nomor 284/U/1999 tentang Pengangkatan Dosen Sebagai Pimpinan Perguruan Tinggi dan Pimpinan Fakultas;
4. Keputusan Pengurus Yayasan Winaya Mukti Nomor 420/10/KEP-PEND/ 2004 Tentang Penetapan Statuta Universitas Winaya Mukti Tahun 2004;
5. Surat Keputusan Rektor Nomor : Tentang Perpanjangan Dekan Fakultas Pertanian UNWIM

III. MEKANISME SELEKSI CALON DEKAN (SCD)
Pada dasarnya Seleksi Calon Dekan (SCD) Faperta UNWIM Masa Bakti 2009–2013 mencakup 4 (empat) tahap kegiatan pokok, sebagai berikut :
1. Persiapan seleksi; antara lain meliputi kegiatan pembentukan kepanitiaan (komisi seleksi) di tingkat Senat Fakultas, mobilisasi dan penyusunan pedoman, sosialisasi dan rekruitasi Bacadek (Bakal Calon Dekan), dan penetapan nominee Bacadek;
2. Pelaksanaan seleksi; antara lain meliputi kegiatan penyampaian visi, misi dan program oleh Bacadek, penjaringan aspirasi dalam sidang terbuka Senat Fakultas, dan evaluasi hasil penjaringan aspirasi;
3. Rapat pertimbangan Senat Fakultas; merupakan sidang tertutup Senat Fakultas dalam rangka memberikan pertimbangan terhadap Calon Dekan yang akan diusulkan kepada Rektor, dalam hal ini forum Senat Fakultas dapat melakukan wawancara terhadap nominee Calon Dekan;
4. Penetapan Dekan oleh Rektor; berupa penerbitan Surat Keputusan Rektor tentang Dekan definitif Faperta UNWIM Masa Bakti 2009 – 2013; dalam hal ini Rektor dapat melakukan wawancara terhadap nominee Calon Dekan yang diusulkan sebelum ditetapkan secara definitif.

IV. KRITERIA DAN PERSYARATAN CALON DEKAN
4.1. Kriteria Calon Dekan
Kriteria Calon Dekan adalah :
1. Mempunyai kepribadian yang baik, sesuai dengan jabatan Dekan, yang apabila dirinci antara lain meliputi faktor : integritas, dedikasi, kreativitas, dan dinamika.
2. Mempunyai kemampuan manajerial, sesuai dengan jabatan Dekan, yang apabila dirinci antara lain meliputi faktor : kepemimpinan, keterampilan dan teknik manajemen, kerjasama tim, dan pengalaman.
3. Berwibawa dalam bidang akademik, sesuai dengan jabatan Dekan, yang apabila dirinci antara lain meliputi faktor : latar belakang pengetahuan, persepsi, otoritas, dan pengertian komprehensif mengenai masalah-masalah yang bersangkutan dengan jabatan tersebut.
4.2. Persyaratan Calon Dekan
1. Persyaratan Umum
a. Berkewarganegaraan Indonesia dan tidak pernah kehilangan kewarga-negaraan Indonesia
b. Sehat jasmani dan rohani
c. Memiliki integritas dan komitmen terhadap fakultas dan universitas;
d.
2. Persyaratan Khusus
Calon dekan adalah Dosen Tetap Fakultas Pertanian dengan kategori :
 Paling rendah bergelar Magister atau yang disetarakan dengan Magister di bidang ilmu pertanian;
 Paling rendah berpangkat Lektor;
 Telah menjadi dosen tetap di Faperta UNWIM minimum 5 tahun;
 Berusia maksimum 60 tahun pada saat pencalonan;
Pengecualian terhadap persyaratan di atas dapat dilakukan dengan persetujuan Rektor
3. Persyaratan Administratif
a. Pernyataan kesediaan dicalonkan;
b. Daftar Riwayat Hidup (Curriculum Vitae);
c. Pass foto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 3 lembar;
d. Salinan (fotokopi) ijazah terakhir (minimum ijazah Magister), atau yang disetarakan dengan Magister, yang sah dari Perguruan Tinggi yang bersangkutan;
e. Comprehensive Position Paper (makalah) yang berisikan visi dan misi, arah pengembangan, kebijakan pengelolaan, dan program strategik Fakultas yang akan dipimpinnya (antara 3–7 lembar);
f. Pernyataan untuk mengundurkan diri dari jabatan yang tidak boleh dirangkap oleh Dekan jika terpilih sebagai Dekan; dan
g. Pernyataan kesediaan untuk bekerja penuh waktu sebagai Dekan.
Berkas persyaratan diserahkan dalam map/amplop.

V. HAK PILIH DAN TATA CARA SELEKSI
5.1. Hak Pilih
Seluruh konstituen kampus (dosen, karyawan dan mahasiswa) berhak memberikan aspirasi dengan pengaturan sebagai berikut :
 Dosen dan karyawan berhak atas satu surat suara (one man one vote)
 Mahasiswa berhak atas sejumlah surat suara untuk setiap organisasi kemahasiswaan (BEM, HMJ dan UKM)
5.2. Tata Cara Seleksi


SURAT SUARA
SELEKSI CALON DOSEN FAPERTA UNWIM
MASA BAKTI 2009 – 2013


Dr. H. Ayam Pelung, Ir., M.Sc.
 Aspek Kepribadian (integritas, dedikasi, kreativitas, dinamika)
 Aspek Manajerial (kepemimpinan, kemampuan dan teknik manjerial, kerjasama tim, pengalaman)
 Aspek Wibawa Akademik (pengetahuan, persepsi, otoritas, pengertian komprehensif)
Jumlah

Prof. Dr. H. Sapi Perah, Ir., M.Si.
 Aspek Kepribadian (integritas, dedikasi, kreativitas, dinamika)
 Aspek Manajerial (kepemimpinan, kemampuan dan teknik manjerial, kerjasama tim, pengalaman)
 Aspek Wibawa Akademik (pengetahuan, persepsi, otoritas, pengertian komprehensif)


H. Ikan Gurami, Ir., M.P.
 Aspek Kepribadian (integritas, dedikasi, kreativitas, dinamika)
 Aspek Manajerial (kepemimpinan, kemampuan dan teknik manjerial, kerjasama tim, pengalaman)
 Aspek Wibawa Akademik (pengetahuan, persepsi, otoritas, pengertian komprehensif)
Jumlah

Dr. H. Partai Gerindra, Ir., M.S.
 Aspek Kepribadian (integritas, dedikasi, kreativitas, dinamika)
 Aspek Manajerial (kepemimpinan, kemampuan dan teknik manjerial, kerjasama tim, pengalaman)
 Aspek Wibawa Akademik (pengetahuan, persepsi, otoritas, pengertian komprehensif)
Jumlah

Prof. Dr. Hj. Dian Sastro, Ir., M.P.
 Aspek Kepribadian (integritas, dedikasi, kreativitas, dinamika)
 Aspek Manajerial (kepemimpinan, kemampuan dan teknik manjerial, kerjasama tim, pengalaman)
 Aspek Wibawa Akademik (pengetahuan, persepsi, otoritas, pengertian komprehensif)
Jumlah



















































































Jumat, 27 Februari 2009

AKHIRNYA UNWIM DIKELOLA ITB

Pemerintah Provinsi Jawa Barat memastikan Institut Teknologi Bandung sebagai lembaga rekanan dalam rencana pengelolaan Universitas Winaya Mukti (Unwim),
Dengan penunjukan ini, ITB memiliki kewenangan mengelola secara penuh sistem pendidikan di Unwim, sementara aset tetap dimiliki Pemprov Jabar. Namun, belum ada kepastian ada tidaknya penerimaan mahasiswa baru tahun ajaran 2009/2010 ini. Demikian disampaikan Ketua Tim Penanganan Unwim sekaligus Asisten Kesejahteraan Rakyat Pemprov Jabar Pery Soeparman di hadapan wartawan di Gedung Sate. Rabu (25/2).
Keputusan penunjukan ITB sebagaimana tertuang dalam surat No. 421.4/330/yansos tertanggal 12 Februari 2009, sekaligus mengakhiri spekulasi pengelolaan yang sebelumnya juga berpeluang diminati Universitas Padjadjaran.“Revitalisasi ini dimaksudkan sebagai upaya penyelamatan Unwim. Dengan menempel ITB, Unwim diharapkan jadi harum,” ujar Pery.
Adapun, detail pengelolaan yang akan dilakukan ITB akan dibahas kemudian, dengan melibatkan juga yayasan, dalam bentuk nota kesepahaman. Salah satu pokok bahasan yang mendesak adalah kepastian ada tidaknya penerimaan mahasiswa baru tahun ajaran mendatang. (Sumber Pikiran-Rakyat.com)

Minggu, 15 Februari 2009

NILAI UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS)

B.T. TAHUNAN

NONPMNAMA MAHASISWANILAI
1

4122.1.06.11.0001

Septian Sandy Prima

B
24122.1.06.11.0003

Rudiansyah

C
34122.1.06.11.0004

Ade Sulaeman

B
44122.1.06.11.0008

Andri Setiawan

C
54122.1.06.11.0009

Rochman Supriatna

C
64122.1.06.11.0010

Pepi Purnawan

B
74122.1.06.11.0011

Azi Fauzi Putra P.

C
84122.1.06.11.0012

Ipit Fitriani

-
94122.1.06.11.0013

Rizaludin Mansyur

C
104122.1.06.11.0014

Nani Sumarni

B
114122.1.06.11.0015

Dede Juanengsih

B
124122.1.06.11.0016

Heri Sukisman

B
134122.1.06.11.0017

Galih Pamungkas

C
144122.1.06.11.0018

Rama Adi Pratama

A
154122.1.06.11.0019

Sayidah Novianti K.

B
164122.1.06.11.0021

Panji Pandu Sukma

A
174122.1.06.11.0023

Fifiek Grafika

C
184122.1.06.11.0028

Rifki Mariana

C
194122.1.06.11.0029

Yuliatin

C
204122.1.06.11.0030

Kovertina Rakhmi I.

A
 

Template Unik

Fresh News On The World